Monday, July 25, 2011

Nur, Mencari Letak Keadilan Tuhan

Jam sudah menunjukkan pukul 18.24 ketika aku sampai di area Pondok Labu Residence, di jalan raya Gandul. Semula aku berpikir untuk shalat Maghrib di Masjid Agung Kompleks BPK yang terletak tidak jauh dari tempat itu. Namun apa daya, hujan menghentikan laju motorku dan memaksaku menepi menghindari hujan. Jas hujanku ketinggalan. Jadilah aku berteduh didepan sebuah rumah makan yang tampak tidak meyakinkan.

Sebetulnya enggan untuk numpang berteduh disitu, karena memang aku belum shalat maghrib. Maksud hati mau buru-buru segera menuju masjid terdekat. Sayang hujan tak kunjung reda. Lalu ketika ada sebuah panggilan tulus, "Pak, berteduhnya sambil duduk disini saja!". Kudengar suaranya tulus, kutengok siapa yang bersuara itu. Seorang bocah tanggung, tingginya kurang lebih 172 cm kurus dan dekil, kutebak usianya belum sampai 17. 

Ya, badan lumayan pegel, terus ada yang nawarin tempat duduk. Ini rizky dari Alloh, walau akhirnya harus telat shalat Maghrib. Akhirnya aku duduk didekat bocah itu, yang kemudian aku tahu dia memanggil dirinya Nur. 

"Orang Jawa ya Pak?" tanya Nur. 
"Iya..." baru nyadar, iya aku agak hitaman, padahal jarang kena sinar matahari siang bolong. "Kalau tempat shalat disini dimana ya?" tanyaku.
"Saya ngga tahu Pak. Saya sudah lama tak shalat". .
"Kenapa?"
"Tidak sempat dan tidak percaya Tuhan lagi..........." Deg....

Namanya Nur, umur 17 tahun, dari Sragen ke Jakarta dengan modal nekat. Sekolah tak lulus SMP, emaknya meninggal ketika ia berumur 2 tahun. Bapaknya kabur entah kemana tak lama setelah kematian emaknya.  Di kampung Nur tinggal bersama kakek dan neneknya.  Pergi ke Jakarta dengan mimpi ingin punya motor  dan melanjutkan sekolah kejar paket yang ia pikir tak mungkin didapat kalau hanya jadi buruh nyangkul seperti kakeknya. 

Bersama dengan beberapa orang teman sekampung, Nur pun pergi ke Jakarta tiga tahun yang lalu untuk bekerja di sebuah rumah makan dibilangan Buncit. Ia bilang kerja di sana lumayan enak. Paling tidak sebulannya dia bisa menabung 400 ribu sebulan. Hasil tabungannya ia kirimkan untuk kakeknya di kampung. Sayang Nur tak bisa kerja lama, karena rumah makan tempat ia bekerja bangkrut. Dengan sisa uang yang ada, iapun mencari pekerjaan lain. 

Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Sisa uang 400 ribu miliknya raib dicuri orang ketika shalat di mushola. Masya Alloh.....Sejak itu Nur menggelandang, sempat menjadi pengamen, tukang sampah bahkan gelandangan yang tidur di jalanan. 

Dari teman sekumpulannya Nur mendapat informasi kalau ada rumah makan di bilangan Pondok Labu sedang mencari karyawan. Dengan berjalan kaki dari Buncit, Nur datang ke Pondok Labu tiga hari yang lalu. Dan syukurnya ia diterima bekerja di warung Padang itu dengan bayaran Rp.20000/hari untuk jam kerja dari jam 5 pagi hingga 12 malam.

Nur memulai aktifitasnya jam 5 pagi dengan membantu memasak, setelah itu ia bertugas membuat dan menyajikan minuman bagi para tamu hingga warung tutup jam setengah sebelas malam. Sesudah itu Nur harus merapikan warung yang biasanya ia selesaikan hingga jam 12 malam. Baru setelah itu ia bisa beristirahat untuk bangun lagi jam 5 keesokan harinya. Ya itulah Nur dengan ceritanya sambil sesekali menyeka air matanya. 

Saya tidak bermaksud menyudutkan si pemilik warung, karena bagaimanapun ia telah berbaik hati memberikan pekerjaan kepada Nur yang seorang gelandangan tak dikenalnya. Tentu ini sebuah mukjizat dari Alloh untuk Nur. Hanya saja menurut saya, mukjizat itu terlalu berat buatnya. Sekali lagi itu menurut saya. Tidak menurut Alloh. Karena sesungguhnya Alloh Maha Tahu, dan Dia tak akan memberi cobaan yang melebih kemampuan hambaNya. 
Namun tak dapat disangkal, akupun mempertanyakan dimana keadilan Tuhan. Sejenak aku ingat, adik seorang temanku yang bisa menikmati bangku Universitas, bisa bermain Blackberry, internet dengan netbook pribadi, atau Dinda, keponakanku yang baru saja mendapat hadiah sepeda motor karena berhasil masuk SMA negri, tapi Nur? Bocah seumuran mereka harus menanggung beban yang bagiku sendiri sangat berat. Lalu apa maksudMu Ya Tuhan? 

Hujanpun reda. Akupun pamit meneruskan perjalananku menuju Matoa. Sepanjang jalan butir-butir air menetes dari sudut mataku, mencari dan menelaah dimana keadilan Tuhan bagi Nur, kaum urban yang terpinggirkan. Sampai pada suatu titik, Nur adalah ujian. Ujian bagi orang-orang didekatnya termasuk aku, pemilik warung, kakek dan neneknya dan mungkin juga bagi yang membaca tulisan ini. Ujian sampai dimana kita peduli kepada sesama kita yang jauh kurang beruntung. Ujian bagi kita yang sering kali lupa mengucap syukur atas segala nikmat dan lupa terhadap sabar ketika cobaan mendera.

Cerita Nur menjadi inspirasi dan penyemangat bagiku untuk menjadi seorang muslim yang kuat. Karena sebaik-baiknya muslim adalah muslim yang kuat yang bisa menjadi sandaran bagi muslim yang lebih lemah. Nur membuatku lebih membuka mata, bahwa diatas langit masih ada langit dan di bawah bumi masih ada bumi. 

Memang tak banyak yang bisa kuperbuat untuk Nur. Tapi setidaknya tulisan ini dibaca oleh beberapa orang yang mungkin saja bisa menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk Nur yang lebih baik, menjadi lidah Tuhan untuk memberi tahu Nur tentang maksudNya yang terbaik. Walau tetap saja hati kecilku tak tega, akankah seusia Nur mengerti bahwa dirinya terpilih menjadi materi ujian bagi orang-orang disekelilingnya.


Yang Nur inginkan saat ini adalah pulang kepelukan kakek dan neneknya di Sragen, hanya itu. Karena ia merasa terlalu lelah seorang diri di ibukota tanpa ada tempat bersandar


Bagi para pembaca yang mungkin bersedia bermurah hati menjadi perpanjangan tangan Tuhan, barangkali membutuhkan asisten rumah tangga, atau mempunyai warung Indomie yang butuh tenaga, atau barangkali ingin menjadikan Nur objek dari sedekahnya, Nur ada di sebuah warung padang di jalan raya Gandul, saya lupa namanya, sebelum pintu gerbang Pondok Labu Residence, bersebelahan dengan warnet 'Global.Net'. Atau bisa menghubungi saya, di nomor 41505715 dengan senang hati saya akan mengantarkan teman-teman untuk bertemu Nur. Insya Allah hati dan mulutnya jujur sehingga pantas untuk menerima uluran tangan dari teman-teman semua.


Salam

No comments: